Kamis, 03 Mei 2012

Aburizal: postheadericon

Rp 17,000,00.00
VIVAnews - Ketua Umum DPP Partai Golkar, Aburizal Bakrie, menyatakan permasalahan korban lumpur Sidoarjo akan tuntas secara keseluruhan pada akhir tahun 2012 ini. Ical, begitu biasa dia disapa, mengatakan telah mengeluarkan dana pribadi untuk para korban dengan jumlah tiga kali modal menjadi calon Presiden.

"Pembelian tanah dan bangunan untuk para korban tinggal Rp800 miliar lagi," kata Aburizal. "Saya dan keluarga sudah keluarkan dana hingga Rp9 triliun dari uang pribadi saya, bukan perusahaan. Jadi kalau modal calon presiden katanya Rp3 triliun, saya sudah 3 kali jadi Presiden," ujar Aburizal Bakrie dalam acara audiensi bersama Ketua Umum DPP Partai Golkar dengan Jajaran Partai Golkar Kalimantan Selatan, di kediaman Aburizal, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 3 Mei 2012.

Menurut Ical, dia telah membeli tanah dan bangunan yang terkubur dalam lumpur Sidoarjo dengan jumlah 20 kali lipat dari nilai jual objek pajak. Ical bahkan juga membeli tanah yang tidak memiliki sertifikat atau pun girik.

"Jadi itu bukan ganti rugi tapi saya beli. Tapi meski nanti sudah selesai, pasti nanti masih ada problem. Isu itu akan terus dihembuskan," katanya.

Sebelumnya, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Partai Golkar, Provinsi Kalimantan Selatan, merekomendasikan pencalonan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie sebagai calon Presiden RI 2014.

Ketua DPD Partai Golkar Kalimantan Selatan, Abdusamad Sulaiman HB, mengatakan jajaran Partai Golkar se-Kalimantan Selatan siap mendukung dan memenangkan Pemilu Presiden 2014 bersama Aburizal Bakrie.

"Ini merupakan aspirasi seluruh peserta Rapimnas II tahun 2011, dan juga hasil rapat pleno seluruh Kecamatan. Jadi kalau Kabupaten tidak mendukung bapak itu tidak benar. Seluruh kader golkar mendukung sepenuhnya bapak sebagai calon Presiden," ujar Sulaiman di kediaman Aburizal.

Mengabadikan lagu postheadericon

Rp 17,000,00.00
Lokasi tempat ini tidak terlalu mencolok dibandingkan keramaian lalu lintas dan hiruk pikuk warga yang melintas di jalan raya di depannya. Padahal di sinilah, Wage Rudolf Soepratman, dimakamkan. Terletak di Jalan Kenjeran, Surabaya Timur, satu arah menuju Jembatan Suramadu yang terkenal itu. Lokasi makam ini ditandai dengan gerbang pagar bertuliskan : W.R. Soepratman, Pencipta Lagu Kebangsaan, Indonesia Raya.
Saat saya berkunjung ke lokasi makam ini, cukup ramai juga pengunjung yang sedang berada di dalam kompleks. Oh, ternyata ada rombongan guru dari Surabaya yang sedang berziarah memperingati HUT PGRI. Lokasi makam ini memang hanya ramai dikunjungi pada hari-hari tertentu saja, terutama pada peringatan Hari Sumpah Pemuda. Sangat jarang wisatawan yang khusus berkunjung untuk berwisata sejarah. Karena itu pantas saja ketika sedang asyik foto-foto, saya sempat dikira wartawan oleh seorang guru :)

Kompleks makam ini cukup luas dan terawat dengan baik. Sebelum berada di lokasi ini, saat meninggal pada tanggal 17 Agustus 1938, WR Soepratman dimakamkan di TPU Kapas, utara Jl Kenjeran. Kemudian tahun 1953 dipindahkan ke lokasi sekarang, pojok Jalan Tambak Segaran Wetan, selatan Jl Kenjeran. Dan 50 tahun kemudian, pada tahun 2003 selesai dilakukan pemugaran total dengan meninggikan makam dan membangun rumah joglo khas Jawa Timur sebagai ‘rumah’-nya.
Di dalam kompleks makam, selain terdapat joglo dengan makam WR Soepratman, di sisi sebelah kanan joglo juga terdapat patung perunggu WR Soepratman setinggi 2.5 meter. Di belakang patung ini terdapat prasasti bertuliskan 3 bait/stanza asli dari lagu Indonesia Raya. Di bawah prasasti ini tertulis keterangan : “Syair Lagu INDONESIA RAYA yang dinyanyikan dalam Kongres Pemuda-Pemuda Indonesia ke-II di Jakarta tanggal 27 – 28 Oktober 1928, setelah pemerintah Hindia Belanda melarang dinyanyikan menggunakan kata-kata ‘Merdeka, Merdeka’”.

Memang di syair lagu yang tertulis adalah “Indones’. Indones’. Moelia. Moelia.” Para pemuda Indonesia pada waktu menggunakan kata ‘mulia’ untuk menggantikan kata ‘merdeka’ pada bagian refrein. Tapi semangat lagu Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan Indonesia tidak berubah semenjak pertama kali dikumandangkan WR Soepratman melalui biola-nya pada Kongres Pemuda II, yang sekarang diperingati menjadi Hari Sumpah Pemuda.
Melangkah ke bagian dalam joglo, di sinilah makam WR Soepratman berada. Joglo dan makam berlapis pualam berwarna terang. Langit-langit atapnya berlapis kayu dengan sedikit ukiran. Sementara itu makam terletak persis di tengah-tengah joglo. Bagian tengah makam terdapat siluet berbentuk biola dengan penggalan not balok dan syair lagu Indonesia Raya.

Di seberang joglo ini juga terdapat prasasti yang menceritakan sekilas kisah hidup WR Soepratman dari kelahirannya di tahun 1903 hingga wafat tahun 1938. Beliau memang mati muda -35 tahun- tapi karyanya akan tetap abadi selama negeri ini berdiri…

Seperti kata-kata terakhirnya pada kakak ipar dan teman seperjuangannya, Oerip Kasansengari, sebelum WR Soepratman meninggal : “Mas, nasibku sudah begini. Inilah yang disukai Pemerintah Belanda. Biarlah saya meninggal, saya ikhlas. Saya toh sudah beramal, berjuang dengan caraku, dengan biolaku. Saya yakin, Indonesia pasti merdeka!”*).
*Dalam buku ‘Wage Rudolf Supratman’ karangan Anthony C. Hutabarat

dicopas dari http://dewantorobimo.wordpress.com/2012/04/20/mengabadikan-lagu-kebangsaan-di-makam-wr-soepratman/