Kamis, 09 Desember 2010

Mundurnya Gusti Prabu Jadi KLB postheadericon

Diposting oleh cakimam | Pada 01.03

Ilustrasi (Foto : Dok)
JAKARTA (KRjogja.com) -  Adik Sultan HB X, GBPH Prabukusumo, menyatakan mundur dari kepengurusan dan keanggotaan Partai Demokrat. Apapun alasannya, peristiwa ini masuk dalam kategori kejadian luar biasa (KLB).

“Ini kan bentuk pembangkangan politik dalam tanda kutip secara tertang-terangan,” ujar pengamat politik dari Universitas Paramadina M Ikhsan Tualeka kepada okezone di Jakarta, Kamis (9/12).

Dalam pandangan Ikhsan, insiden mundurnya pengurus dan kader partai dalam konteks dinamika politik di Nusantara merupakan kejadian biasa. Namun status itu menjadi luar biasa apabila pengurus yang bersangkutan merupakan tokoh di partai pemenang pemilu, seperti Partai Demokrat.

“Kader partai lain saja berebut merapat ke Demokrat, masa pengurusnya sendiri malah hengkang. Hal itu menandakan ada kecakacauan politik yang lumayan besar,” tanyanya.

Secara gamblang Ikhsan menjelaskan bahwa insiden mundurnya GBPH Prabukusumo sebagai Ketua DPD Partai Demokrat DIY dan keanggotaan Partai Demokrat bisa menjadi titik balik bagi kejayaan partai berlambang mercy itu.

Pasalnya Partai Demokrat merupakan partai ikonisme. Semakin banyak tokoh yang bergabung dengan Demokrat , maka partai ini akan besar dan sebaliknya. Bila keputusan adik Sultan diikuti para pendukung serta politisi lain, maka masa keemasan Partai Demokrat bisa berakhir di 2014.

“Kalau pembangkangan semacam ini berlanjut akan menjadi titik balik bagi Demokrat. Kita lihat saja nanti hasilnya,” bebernya.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR yang juga anggota Fraksi PDIP Pramono Anung menilai hal ini  menjadi pelajaran bagi pemerintah.

Pramono menganggap sikap GBPH Prabukusumo itu merupakan bentuk kesatuan sikap antara warga Yogyakarta dan keraton terkait polemik mekanisme pemilihan gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

“Itu merupakan bentuk pesan bagi pemerintah, bahwa mereka (warga Yogyakarta) memiliki satu suara dalam menyikapi bentuk pemerintahan Yogyakarta,” ungkap Pramono di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (9/12).

Menurut Pramono, pemerintah sebaiknya tidak memaksakan kehendak dengan memutuskan pemilihan langsung bukan penetapan.“ Tentunya pemerintah harus mengedepankan pendekatan budaya dalam menyelesaikan masalah ini. Harusnya sistem yang telah ada diadopsi saja dalam ketatanegaraan,” imbuhnya.

DPR, kata dia, masih menunggu draf Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) DIY yang masih digodok pemerintah, melalui Kementerian Dalam Negeri. Dia berharap draf diserahkan segera agar bisa langsung dibahas.

“Draf RUUK DIY memang belum kami terima. Jika sudah rampung dan sudah diterima, baru akan dibahas Bamus (badan musyawarah) untuk kemudian dilanjutkan ke rapat pimpinan,” katanya. (Okz/Tom)

0 komentar:

Posting Komentar